Gue Bakal jadi GUB unyu-unyu

 

Gue baru aja pulang dari kuliah. Di jalan tadi pandangan gue tertuju pada baliho" besar para calon gubernur sul- sel. Bayangin aja besarnya tuh kayak atap rumah gue, dan baru terungkap ternyata atap rumah gue gak ada. Terus gue berandai-andai untuk jadi seorang calon  gubernur. Gue gak kebayang harus bagaimana supaya gue terpilih. Apa gue harus turun ke sawah, manen padi bareng petani supaya gue dianggap cinta petani, ataukah kayak Jokowi (gub.terpilih untuk Jakarta ) gue turun langsung ke daerah kaki lima untuk bercengkrama dengan mereka sambil sesekali minta traktiran es kelapa sama pedagannya :D . Atau gini aja gue nyogok aja tuh warga sama uang, trus dia di suruh deh milih gue. Edan betul.

Gue gak ngerti bagaimana caranya warga tuh klepek" sama gue, dan baru terungkap kalau mereka akan  klepek" sama kegagahan gue :D . Kemudian jika saya terpilih menjadi Gubernur apa yang akan saya lakukan? Hmmm gue bakal kurangi 

pabrikan mobil untuk masuk Indonesia, supaya masyarakat naik angkot atau kendaraan umum, trus gue bakal ganti mobil pemadam sama h

Saksi Tak Bermata

Akhir-akhir ini saya masih ingat jelas peristiwa dua hari yang lalu, hari dimana para mahasiswa yang seharusnya menjadi teladan bagi komoditas lain, malah menjadikan dirinya seanarkis mungkin, hanya karena masalah yang dapat dibicarakan dengan baik tetapi mereka seakan tak punya mulut untuk menemukan jalan keluar. Apakah ini yang sering mereka teriakkan?" Kami mahasiswa anti pembodohan dan penindasan", aku benar-benar tidak mengerti dengan mereka. DAn mereka sendirilah yang menjadikan mataku tak berkedip saat melihatnya.

Ya betul, saat itu aku berada dilokasi kejadian saat fak.seni dan desain bentrok dengan fak.teknik. Mulanya kami sedang kuliah seperti biasa. Mata kuliah saat itu bahasa Indonesia. Kuliah berjalan dengan tenang, sampai seorang kakak perempuan mengusik kelas kami dengan tangis dan berkata,"pulanglah dek, kondisi tidak kondusif lagi". Saya yang tak tahu apa-apa hanya terdiam

Gak Harus Bilang "DAMN"

    Siang ini gak seperti biasanya, gue pulang kuliah  agak lebih cepat. Dosennya lagi dipanggil sama dekan. Entah mau dimarahi atau dikasi uang, yah terserahlah. Intinya gue girang banget bisa pulang dulu ke rumah lebih cepat sebelum lanjutin kuliah k'2.
Nah sekarang gue di depan pintu rumah, gue bayangin tuh nantinya baring woenak depan tv sambil ngadem. Tapi alangkah indah.y ketika petaka datang. What ? Pintu rumah terkunci dan sepupu gue lupa nitip kunci di rumah sebelah. Anjriit. Gue sms tuh sepupu gue sampai 3x di dua nomor hape.y. Dan musibah k'2 datang ,sepupu gue gak balas sms gue. Yah dengan muka blo'on gue nunggu sampai keajaiban datang.
Hmm dah 30 menit nih,perut gue keroncongan,

OFF nya kapan ( HOT )

Siang bolong gini enak.y ngapain nih. Pusing bikin kepala mumet, panas bikin hati memut. Boah ngomong apa nih gue. Ya mungkin saking panas.y nih bumi gue jadi lungling, tuh kan ! Linglung pak. Sembari menunggu azan maghrib gue duduk di sebuah kursi kayu di sebuah teras 3 x 6. Depan gue ada anak laki-laki yang duduk sembari menatap ke luar sesekali menatap gue. Gue gak GR yah, emang dia natap gue, gak tau dia knp, homo kali ya. What ever lah. Yang bikin gue jijik itu, dia dengan mudah.y melepas baju yang dikenakan.y. Entah karena gerah,atau sekedar pamerin ntuu body kuda nil.y di depan gue. Dan sungguh memilukan klw dia menganggap kalau gue bakalan kepincut dengan isyarat homo.y , yang ada gue menggeliat kepanasan disini. Panas itu memang gak ada off.y, klw siang panas gara" terik matahari,klw malam panas gara2 pengap. Panas panas, lu tuh ya kapan aja bisa nongol. So teman2 klw lu lagi panas gini,lu enak.y ngapain ? Sekian.

Kembali dan Ceritakan Padaku

Kembali ku merenung dalam asa tak bisa tidur,berbinar,mata terbuka.Kulihat sekeliling hanya benda diam yang seakan menatap tajam padaku .Kutilang berkabel yang terus bernyanyi, mengisi keheningan dalam terang malam tanpa cahaya angin baling-baling berkabel yang seakan menegur pundak tak bertenaga ini, melambai, menunjuk kearahku.Kudengar suara aneh dibalik badan kecilku ini. Kulihat seorang tua tak berdaya sedang mengarungi kehidupan abadi dalam sejenak. Dia mungkin sangat menikmatinya. Matanya yang elok tertutup rapat seperti pintu tak bercela, hidungnya yang berdendang beriringan dengan mulut bersuara tak berkata. Goyangan tangan melambai tak bearah. Begitu indahkah kehidupan dibalik mata tertutupnya sehingga ia seakan enggan menegur sapa aku yang duduk menggenggam pena hijau dan buku kecil nan indah ini. Ah kurasa berlian tak berhalang membasahi pipi, yang seakan menyontakkanku untuk menyadarkan diri senggama piluh ini.
Kutepuk dada ini, dan kukatakan dalam hati, dia pasti akan kembali dari tempat elok nan indah itu, dan membawakan aku sekucup surat kasih dari penguasa semesta alam ini.
Hei orang yang terbujur kaku tak berdaya. Aku disini sedang menunggu lama  untuk mendengar  irama suara indah dari sana, Kakek !